LIFE’S CHOICE // by. H. Ihat Solihat, M.Ag

 





LIFE’S CHOICE

Ihat Solihat, M. Ag.[1]

 

Kehidupan manusia dari hari ke hari kian kompleks dengan beragam cerita di dalamnya. Ada suka, ada duka, ada tangis, ada bahagia, ada tawa, dan ada pula nestapa. Paradokspun senantiasa mewarnai, tidak flat, dan tidak stagnan pada satu situasi. Hal itu merupakan sunatullah (ketetapan dari Allah Swt). Seperti halnya Dia menciptakan siang dan malam, menciptakan gelap dan terang, menciptakan laki-laki dan perempuan, menciptakan kaya dan miskin, dan untuk kehidupan di akhirat Dia juga menciptakan surga dan neraka. Manusia dituntut untuk menjalani kehidupan dengan penuh kesabaran dan berusaha untuk berubah menuju kesempurnaan sesuai dengan perspektifnya. Bagian yang Allah Swt berikan kepada makhluk-Nya sudah diatur dalam skenario-Nya, jauh sebelum penciptaannya. Manusia menjalani takdir yang diberikan baik takdir baik, maupun takdir yang buruk.

Dalam tataran realita, penulis akan mengangkat tema remaja puteri yang menginginkan keluar dari belenggu kemiskinan dengan cara instan tanpa memperhatikan halal dan haram, yang ada dalam benaknya hanya materi yang akan mengenyangkan perut dan nafsunya. Ada beberapa diantaranya yang gelap mata dengan cara menggadaikan kehormatannya kepada laki-laki yang bukan muhrimnya demi sebuah gadget, uang jajan, merasakan tidur di hotel berbintang, dan fasilitas fantastis lain yang tidak bisa disediakan oleh orang tuanya yang mempunyai penghasilan yang pas-pasan, dan tarif sekali kencanpun mereka pasang. Dengan barang-barang dan pengalaman tersebut, dia berusaha pamer dan berusaha mensejajarkan diri dengan teman-temannya yang mampu.

Sebagai pendidik, kita tidak bisa menutup mata, realita itu memang ada. Bahkan penulis pernah mengunjungi salah satu tempat untuk kepentingan sharing dengan para guru, bertemu dengan para remaja puteri yang memakai baju super minim dengan bergelayut manja kepada laki-laki yang pantas dipanggil ayahnya. Terkadang terbersit dalam hati ini, apa yang dapat dilakukan untuk menghentikan mereka dari penyimpangan perilakunya? Seandainya dia adalah peserta didik pada institusi yang berada dalam naungan kita, sudah barang tentu taushiah, pesan-pesan positif, bahkan berusaha mengedukasi orang tuanya agar tidak terjadi pembiaran terhadap perilaku puterinya.

Penyimpangan perilaku mereka selain faktor ekonomi seperti yang dipaparkan sebelumnya adalah perilaku glamour para public figure yang menjadi idolanya yang seringkali ditampilkan baik di televisi, internet, atau media sosial yang mereka ikuti. Gempuran media elektronik ini ternyata berimbas luar biasa kepada mental remaja kita, karena mental yang tidak kuat, mereka tampil menjadi generasi yang latah dan ikut-ikutan mengikuti budaya hedonis dari figure-figure yang mereka idolakan.

Faktor berikutnya kurangnya pengawasan dari orang tua dan terjadi pembiaran. Ada beberapa orang tua yang sudah mereasa cukup dengan memberikan kebutuhan sandang dan pangan putera-puterinya, tanpa melihat siapa teman bermainnya, jam berapa pulang ke rumah, apa yang dia lakukan di luar rumah, bagaimana kegiatan di sekolah atau di kampusnya tidak lagi diperhatikan. Orang tua pada model seperti ini sepertinya mendominasi untuk zaman sekarang di tengah meningkatnya taraf ekonomi sebuah keluarga.

Jika fenomena ini terus dibiarkan, jangan harap rahmat Allah Swt turun kepada bangsa ini. Kita sebagai guru harus menyatukan aksi, melalui penanaman tauhid dan akhlak yang kuat akan berpengaruh signifikan terhadap tumbuh kembang mental peserta didik. Langkah tersebut harus disinergikan dengan pola asuh orang tua kepada putera-puterinya dan juga pemantauan yang ketat dari masyarakat sekitar. Bukannya dalam Pendidikan dianut konsep Tri Sentra Pendidikan? Tiga unsur Pendidikan yang saling bersinergi, sekolah, keluarga, dan masyarakat. Dan jika ketiganya solid, maka mewujudkan generasi yang jebat akan mudah diraih.

Sebagai epilog, penulis akan menyitir salah satu ayat dari QS. Asy-Syams : 8 yang berbunyi, “Faalhamaha Fujuuraha wa Taqwaha” yang artinya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Manusia dipersilahkan memilih jalan fajir/ fasik atau jalan taqwa yang akan ditempuh dan semuanya memiliki konsekuensi. Jika jalan taqwa yang ditempuh, maka keridhaan Allah Swt akan direngkuhnya, dan sebaliknya, jika jalan fajir/ fasik yang ditempuh maka murka Allah Swt yang akan menimpanya.  Naudzubillah min Dzalika

Allahu A’lam..

 

Bungursari, Jum’at, 21 Januari 2022

Jam 21: 37 Wib di ruang keluarga.



 [1]Kepala Sekolah UPTD SMPN 3 Campaka Kab. Purwakarta/ Pegiat Literasi Purbasari


Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement